Menggali Makna GCG: Peran Kritis Rifnaldy sebagai Quality Assurance

Friday, 11 August 2023

Dalam menjalankan bisnis, persaingan bukanlah hal yang baru. Persaingan bisnis yang semakin ketat dewasa ini menuntut perusahaan untuk menjaga daya saing agar tetap berdiri kokoh di tengah pasar. Agar aktivitas bisnis tetap berjalan dan jauh dari tindakan yang menyimpang yang dapat merugikan, praktik tata kelola perusahaan (good corporate governance) sangat diperlukan. 

GCG merupakan suatu sistem, proses, dan seperangkat peraturan yang digunakan untuk mengatur interaksi antara dengan berbagai pemangku kepentingan sehingga dapat mendorong kinerja perusahaan bekerja secara efisien serta menghasilkan nilai ekonomi yang berkelanjutan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. 

Dalam pelaksanaannya, perusahaan harus menerapkan 5 prinsip GCG, yakni Transparansi dalam menyediakan informasi yang mudah diakses dan dipahami oleh seluruh pemangku kepentingan, Akuntabilitas dalam mempertanggungjawabkan setiap kinerjanya, Tanggung jawab dalam mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, Independensi dan memiliki otonomi dalam pengambilan keputusan, dan juga memperhatikan Kesetaraan atau Keadilan. 

 

Dalam upaya menerapkan prinsip-prinsip GCG ini, peran Quality Assurance muncul sebagai elemen krusial. Quality Assurance di perusahaan memiliki tanggung jawab untuk dapat menjamin konsistensi dalam menjaga dan meningkatkan mutu produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan. Melalui proses pengawasan ini, Quality Assurance berkontribusi secara langsung dalam mewujudkan GCG.

Muhammad Rifnaldy Pratama adalah salah seorang karyawan terbaik SISI yang bekerja di bidang Quality Assurance. Sebagai Service Delivery Quality Assurance Manager, tugas utama Rifnaldy adalah memastikan seluruh produk dan layanan yang dihasilkan oleh SISI sesuai dengan scope of work. Hal ini dilakukan dengan melakukan test of control dan performance testing aplikasi agar produk yang diterima customer sesuai dengan ketentuan dan ekspektasi yang sebelumnya disepakati dengan customer

Fungsi seorang Quality Assurance yang dijalankan oleh Rifnaldy juga memastikan apakah GCG berhasil atau tidak diwujudkan melalui Customer Satisfaction Index (CSI). CSI diperoleh dari survei pada customer masing-masing project. Jika CSI tinggi, maka hasil kerja SISI pun terbilang baik. Hasil survei inilah yang nantinya akan dievaluasi kembali oleh Quality Assurance untuk dijadikan landasan dalam memberikan rekomendasi perbaikan. 

 

Dalam lingkup kerja Rifnaldy sebagai seorang Quality Assurance, GCG dapat diwujudkan dengan mengombinasikan nilai-nilai perusahaan, kualitas produk/layanan yang terjaga, serta visi untuk melakukan perbaikan secara berkelanjutan dengan baik. Hal ini tentu tidak mudah bagi Rifnaldy sebagai “si penjamin mutu”, banyak tantangan dan kesulitan yang ditemui Rifnaldy dalam mewujudkan GCG.  Berikut beberapa di antaranya:

  1. Customer yang Enggan Mengikuti GCG

Dari pengamatan Rifnaldy, orang-orang belum begitu terbiasa dengan GCG, sehingga kebanyakan masih “reluctant” dengan prosesnya yang terbilang cukup panjang dan lama. Beberapa pihak ingin prosesnya berjalan cepat tanpa memerhatikan aturan yang harus diikuti.

Rifnaldy berpendapat, GCG adalah culture yang harus dibangun dan dijaga dalam setiap aktivitas bisnis perusahaan. Hal inilah yang membutuhkan waktu yang sangat lama, bahkan bisa bertahun-tahun, sehingga terkadang sulit untuk mengupayakannya agar dapat terwujud.

“Biasanya kualitas berbanding terbalik dengan waktu. Menghasilkan produk/jasa yang berkualitas memang membutuhkan waktu yang cukup lama”, ujar Rifnaldy. 

  1. Masih kurangnya awareness terhadap GCG

Awareness terhadap pentingnya GCG pada proses bisnis juga masih minim bagi customer sehingga memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang pentingnya GCG bagi SISI menjadi tantangan tersendiri baginya.

  1. Menuntut Keobjektifan yang Tinggi. 

Bekerja sebagai seorang Quality Assurance juga berarti harus teguh dengan pendirian untuk bekerja secara independen dan objektif. Ibaratnya, Rifnaldy berada di posisi paling tengah, antara customer dan perusahaan, untuk memastikan kesepakatan dan kualitas atas produk yang ditawarkan SISI sudah sesuai dengan requirement yang disepakati. Ia harus bekerja secara netral dan objektif dengan mengabaikan keberpihakannya pada perusahaan maupun customer.  

 

Fungsi yang krusial serta tantangan yang banyak dalam pekerjaan ini nyatanya berhasil diemban dengan baik oleh Rifnaldy. Tentu saja ini didukung oleh berbagai kemampuan dan kompetensi yang dimiliki Rifnaldy selama bekerja. Rifnaldy menuturkan, ada beberapa skills yang harus dikuasai sebagai bagian dari tuntutan profesinya. Skill tersebut meliputi; 

  1. Data visualization

Output kerja dari Quality Assurance tidak akan jauh dari reporting. Agar dapat dipahami dengan mudah oleh semua orang, Rifnaldy terbiasa membuat visualisasi reporting tersebut ke dalam bentuk dashboard sehingga penyajiannnya juga lebih menarik. 

  1. Menguasai ISO 9001 

ISO 9001 adalah standar manajemen mutu yang digunakan sebagai acuan untuk menjaga mutu produk/layanan yang dihasilkan perusahaan atau organisasi. Aturan inilah yang diikuti Rifnaldy dalam menjalankan tugasnya saat melakukan pengecekan kualitas produk/layanan SISI sebelum dirilis. 

  1. Memahami proses bisnis secara end-to-end

Agar hasil temuannya dapat menjadi rekomendasi perbaikan pada proses bisnis perusahaan sehingga perusahaan dapat terus berkembang dan maju, Rifnaldy harus menguasai seluruh proses bisnis di SISI dari awal hingga akhir.    

 

Guna Mendukung ketiga kompetensi  di atas, menurut Rifnaldy seorang Quality Assurance juga harus memiliki kemampuan critical thinking, detail-oriented, dan decision-making yang kuat agar mutu setiap produk berada dalam level terbaik. 

Pekerjaan Quality Assurance tidak hanya menjadi tugas rutin bagi Rifnaldy, melainkan juga mempengaruhi setiap aspek kehidupan sehari-harinya. Ia percaya bahwa pendekatan yang ia terapkan dalam menjalankan tanggung jawabnya membawanya kepada sebuah gaya hidup yang penuh perhatian terhadap detail dan struktur. Hidupnya fokus pada satu resolusi dan berusaha menggapainya dengan teratur. Ia juga menemukan dirinya semakin peka terhadap perubahan, menjadi lebih kreatif dan inovatif dalam menavigasi perubahan-perubahan dalam hidupnya. 

Bagi Rifnaldy, Good Corporate Governance bukan sekadar konsep—tetapi sebuah cerminan dari upaya dan dedikasi perusahaan untuk menjaga kualitas dan integritas dalam menjalankan bisnis. Implementasi GCG menjadi jejak prestasi dalam membangun kepercayaan  para pemangku kepentingan terhadap perusahaan dan meningkatkan nilai jangka panjang.